Senin, 21 April 2014

SEKELAK KEPRIHATINAN TERHADAP PERADABAN


                Mungkin sudah banyak manusia yang mendefenisikan apa itu Ibu, atau tentang Ibu baik dalam puisi ataupun bermacam lainnya. Makna positif yang sama tetapi tidak dengan kalimatnya, beragamnya tulisan kita selama ini tentang Ibu yang tersayang tidak lepas dari anggapan manusia bahwa Ibu adalah manusia yang paling mulia. Aku sejenak mehela nafas melihat apa yang terpikir ku dalam dunia ku ini, ternyata ada anak yang tidak seberuntung kita yang kala sosok Ibu kita anggap paling mulia di bumi Tuhan ini, tetapi tidak dengan mereka yang bahkan menjadikan Ibu menjadi sebuah jeritan yang katanya racun yang hidup dalam hidupnya.
                Akhir-akhir ini kita banyak mendapatkan kabar ntah itu di media cetak atau pun media eletronik bahkan informasi ini kita bisa dapatkan dalam dunia dua kita yaitu internet. Apa yang salah dengan mereka yang terbuang? Apa yang salah dengan mereka yang kau lahirkan? Mereka hanya membawa berita bahwa Tuhan sangat menyayangi mu dengan kedatangan mereka dalam kehidupan mu. Mungkin dalam jerit sekali pun, mereka tidak akan sanggup bertanya seperti itu.

Inilah puisi yang saya ciptakan untuk mencoba mendefenisikan Ibu bagi mereka yang terbuang.

AKU HANYALAH SAMPAH IBUKU

Dalam cinta mu.. aku terlahir dalam jeritan ku Ibu.
Dalam hawa nafsu mu.. aku tercipta menjadi haram di tengah bumi yang engkau berikan Ibu.
Dalam darah ku.. engkau mengalirkan darah mu untuk menghidupi ku Ibu.
Dan dalam raga ku ada raga mu yang selalu hidup untuk aku mampu menyayangi mu Ibu.
Aku hanya sedikit berkata meskipun tak akan pernah ada yang dapat mendengar ku.
Aku berteriak dalam diam ku meskipun organ tubuh tidak mampu membuat ku bersuara.
Jawab tanya ku dalam rintihan sakitnya hidup ku Ibu.. Kenapa engkau melayakkan kasur ku dalam baunya tempat sampah, Ibu? Kenapa aku kau siksa dalam cinta ku untuk mu Ibu? Apa salah ku sehingga engkau menjadikan ku anak yang tidak seberuntung mereka Ibu? Berdosa kah aku untuk mu Ibu? Tolong bu.. jawab!! Aku terisak dalam ketidaktahuan ku tentang dunia yang fana ini. Aku menangis melihat hidup ku hanyalah kesakitan untuk mu.
Aku rela Ibu, jika hal ini memang harus ku terima, aku tidak akan pernah menuntut mu kepada Tuhan Ibu, aku tidak akan pernah mencari mu lagi meskipun rindu ku menginginkan mu.
Terimaksih Ibu sudah melahirkan ku, melahirkan ku dalam derita ku.
Terimakasih Ibu sudah menjadikan ku hidup, hidup selayaknya sampah untuk mu.
Dan terimakasih Ibu aku harus menjadi anak dengan Ibu yang ku punya seperti kau.
Doa ku untuk ibu... Tuhan terimakasih atas hidup yang Engkau telah berikan kepada ku, meskipun teganya Ibu ku sanggup membuang ku. Aku mendoakannya Tuhan kiranya kebahagiaan selalu menghampirinya, jauhkan dia dari sakit penyakit, engkau berikan dia umur yang panjang dan jauhkan lah dia dari api neraka. Aminn..

Kamis, 13 Maret 2014

Ironi Negara CIvil Law



              69 tahun yang lalu bangsa Indonesia merdeka, usia yang dianggap matang masih blum tercermin dari keadaan, situasi, dan kondisi yang menggambarkan bahwa Indonesia merdeka seutuhnya. Izinkan lah batin remaja ini dalam senyapnya menuliskan betapa hati merindukan nilai Ideologis yang di amanatkan UUD 1945 berwujud konkrit tanpa belajar untuk telanjang.
                Bangsa yang besar dengan jumlah penduduk mencapai 250 juta jiwa dan 28,07 juta jiwa masih hidup dalam kesemarukkan jeratan kemiskinan, kerap, tiap saat orang miskin yang menjadi objek kejahatan dan ketidak adilan. Lihatlah apa yang terjadi. Negara yang katanya “demokrasi” hidup dalam otoriter trias politika sesungguhnya telah mengsejahterahkan rakyatnya tetapi semuanya itu hanyalah teori belaka,  
                Terlepas dari  inti paragraf-paragraf  di  atas saya  ingin mencoba mengungkapkan kesan tentang masih jauhnya realita dari keabstrahan nilai ideal yang di amanatkan konstitusi kita yang fokusnya dalam penegakan hukum pidana di Indonesia
          Kian  masyarakat yang di atur oleh negara sebagai organisasi kekuasaan tertinggi menggunakan hukumnya untuk mengendalikan segala aspek kehidupan rakyat Indonesia. “Civil Law” itulah sistem hukum negara yang kaya ini, dengan azas-azasnya, konsepsi-kosepsinya dan lembaga-lembaganya berusaha mengkongkritkan  kalimatnya Roscoe Pound “law is a tool of social enginering”. Ada azas yang menyatakan “Equality before the law”. Namun penggalan itu hanya lah bagi mereka sang penegak hukum, KUHP dengan prinsip “ultimum remidium”nya memaksakan kehendak penguasa tanpa memperdulikan “presumption of innoncent”. Masih banyak penindas manusia tak bersalah tanpa di tindak karena tanpa  bayangan namun sang penegak hukum berpura mata tak melihat, masih banyak orang yang tertindas dari penindas manusia tak bersalah tanpa perlindungan hukum yang pasti dari sang penegak hukum. Mengerikan penegak yang tegang akan kepentingannya, menjalankan sistim hukum penjajah ini. Orang yang tertindas dari penindas malah semakin tertindas dari keputusannya sang penegak hukum.
                Kejahatan dan pelanggaran masih sering terjadi namun jika kita perhatikan jumlah aparat kepolisan tiap tahun bertambah 1000-20.000 orang, jaksa dan hakim yang tiap tahunnya d rekrut. Tapi kenapa masih ada pencurian, pembunuhan, penganiayaan, pemerkosaan dan kejahtan lainnya masih saja terjadi. Jangan katakan bahwa pekerjaan polisi, jaksa dan hakim mencari orang yang bersalah bukan menciptakan ketertiban dan keadilan. Ketikadilan juga masih tidak berpihak bagi umum, orang yang terbutiknya tak bersalah dapat di jebloskan dalam jeratan hukum karena untuk memenuhi kepentingan sepihak.
                Apalah daya, kita hanya bisa melihat semua realita ini, kita hanya bisa menangis ketika ketidak-adaanya pihak yang meperhatikan hal yang sebernarnya. Semua harpan jauh dari kehidupan kita. Raga tak mampu lagi untuk menopang kerapuhan batin ketika hukum mengintimidasi kita. Jelas kita hanyalah masyarakat yang di butakan oleh mereka yang mengerti sistim. Dan kini saatnya kita membuka mata untuk belajar dan mampu mengktitisisasi cara mereka, menginterupsi keputusan mereka  dan mendoakan mereka sang penegak hukum.
                Jika semuanya ini telah terjadi maka perhatikanlah; manusia yang mengciptakan sistim dan sistim diciptakan oleh manusia.. apa dan siapa yang salah?? Manusia? Ataukah sistim? Jika manusia yang salah, tetapi dia mampu menciptakan sistim. Dan jika sistim yang salah, tetapi manusia yang mengciptakan sistim.. Entahlahh,, begitu abstraknya yang terpikir ku.. ku rasa aku harus menyudahi tulisan singkat ini.

Rabu, 12 Maret 2014

FUNGSI HUKUM AGRARIA (UNDANG-UNDANG NO. 5 TAHUN 1960 TENTANG PERATURAN DASAR POKOK AGRARIA DALAM PEMBANGUNAN BANGSA INDONESIA

A.    PENDAHULUAN
Seperti yang telah di amanatkan dalam konstitusi bangsa Indonesia, demikian pula peran kita sebagai manusia yang hidup di dalamnya harus mampu mewujudkan nilai filosofi yang tekandung di dalamnya dengan berlaku adil untuk mencapai kesejahteraan dan kemakmuran yang sepenuhnya. Untuk itu terciptalah hukum sebagai alat pengendali, agar hak dan kewajiban kita sepenuhnya terjamin oleh karena adanya kepastian hukum.
Pada jaman kolonial tujuan politik hukum pemerintah penjajah jelas berorientasi pada kepentingan penguasa sendiri. Sedangkan politik hukum Indonesia, dalam hal ini hukum agraria nasional merupakan alat bagi pembangunan masyarakat yang sejahtera, bahagia, adil, dan makmur.
Hukum adat yang telah lama melekat dalam kehidupan masyarakat dan telah dilaksankan sebagian besar masyarakat bangsa Indonesia menjadikan sumber terbentuknya hukum agraria nasional, karena masih banyakanya kekurangan yang di temukan dalam hukum adat dalam proses penyelesaian sengketa atau peristiwa hukum tertentu. Untuk menghilangkan berbagai kelemahan dalam hukum adat tersebut maka harus di cari dan di rumuskan azas-azas, konsepsi, lembaga, dan sistem hukumnya. Hal inilah yang dijadikan sebagai dasar dan sumber dalam pembentukan hukum agraria nasional.
Hukum agraria yang baru ini (UU No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria) tidak seperti hukum agraria yang masih sangat besar di pengaruhi oleh sendi-sendi politik hukum penjajah yang bersifat dualisme serta yang tidak memperhatikan kepentingan secara umum bagi warga masyarakat bangsa Indonesia.
Hukum agararia (UUPA) telah memberikan kemungkinan akan tercapainya fungsi bumi, air, ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya yang sesuai dengan kepentingan rakyat dan negara serta memenuhi keperluaannya menurut permintaan dan perkembangan zaman dalam segala soal agraria. Lain dari itu, hukum agraria nasional harus mewujudkan penjelmaan dari pada azas kerohanian, Negara dan Cita-cita Bangsa, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, Perikemanusiaan, Kebangsaan, Kerakyatan dan Keadilan Sosial serta khususnya harus merupakan pelaksaan dari pada ketentuan dalam Pasal 33 Undang-undang Dasar dan Garis-garis besar dari pada haluan Negara yang tercantum di dalam Manifesto Politik Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1959 dan telah ditegaskan dalam Pidato Presiden tanggal 17 Agustus 1960.
B.     FUNGSI HUKUM AGRARIA
Dalam Undang-undang No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria telah dicantumkan didalamnya  Dasar-dasar dan Ketentuan-ketentuan Pokok (Bab I Pasal 1-15) yang dimana Politik hukumnya menjadi Fungsi Hukum Agraria dalam pembangunan bangsa Indonesia.
Seluruh wilayah bangsa Indonesia adalah kesatuan tanah air dari seluruh rakyat Indonesia yang bersatu sebagai bangsa Indonesia. Seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkadung didalamnya dalam wilayah Republik Indonesia, sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa, merupakan kekayaan nasional. Atas dasar ketentuan dalam pasal 33 ayat (3) UUD 1945 dan pengertian mengenai bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh negara, sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat yang dimana hal, hak menguasai dari negara dimaksud adalah memberi wewenang untuk:
a)      Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan memelihara bumi, air dan ruang angkasa tersebut.
b)      Menetukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa.
c)      Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa
Wewenang-wewenang hak menguasai dari Negara tersebut adalah tidak lain digunakan untuk mencapai sebesar-besarnya kemakmuran seluruh rakyat Indonesia, dalam arti kebahagiaan, kesejahteraan dan kemerdekaan dalam masyarakat dan Negara hukum Indonesia yang merdeka berdaulat, adil dan makmur. Dan dalam pelaksaan wewenang tersebut dapat dikuasakan kepada daerah-daerah Swalantra dan masyarakat-masyarakat hukum adat, sekedar diperlukan dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional, menurut ketentuan-ketentuan pemerintah.
Dengan adanya Undang-undang No.5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria ini kiranya apa yang telah di falsafahkan oleh UUD dapat terlaksana serta terwujud dengan adil dan merata, meskipun dalam kenyataannya masih banyak peristiwa-peristiwa yang masih menguntungkan beberapa pihak dan merugikan masyarakat umum tentang persoalan-persoalan agraria ini.